Contoh Puisi Religius
Puisi religius |
Dibawah Lingkaran Kubah
By: Rifkil Halim Muhammad (Suhu)
[01] di bawah lingkaran kubah
semburat nur bak kerlingan bola mata kekasih
membangunkan bunga-bunga mimpi dari pingsannya
sedang malam masih tertegun dalam pemujaannya
di antara pilar-pilar angkasa dan senandung lagu cinta
[02] di bawah lingkaran kubah
selaksa doa yang semula berpijar
kini menjelma kupu-kupu; meninggi
di atas kubah-kubah menyendiri
sementara pintu perjamuan belum lagi terbuka
untuk aku yang tak pernah berhenti menyapa
dan sejumput harapan yang sempat tersisa
[03] di bawah lingkaran kubah
ada sukma yang meleleh; meraungkan dendam
dan matahari dan bulan dan bintang
berhamburan di atas kubin-kubin tembaga
seperti ingin menyampaikan kabar
kalau cawan-cawan anggur belum penuh terisi
untuk dituangkan ke atas pawana
sementara samudera menggiring gelombang raksasa
menenggelamkan menara cahaya
sehingga aku hanya mampu bertanya
adakah ini air mata yang lama hilang?
ataukah hanya keputusasaan yang men-jibal?
[04] di bawah lingkaran kubah
aku saksikan huruf-huruf tak beraksara
berlarian mencuri makna
namun mengapa; aku yang sudah kehilangan bahasa
harus mengembangkan layar untuk mengejarnya
melewati laut api menyala; berjuta-juta mil jaraknya
yang terbentang antara alif tak bertuan
menuju ya' kemudian hilang
dan lihatlah! gurun dan pasir segera menepi
fajar merangkul malaikat berwarna jingga
bulbul terbang kegirangan
karena langit lindap cahaya; bumi mati warna
[05] di bawah lingkaran kubah
aku tumpangi perahu nun yang sukun
melewati rahasia menuju kaf yang dhammah
sambil mengggenggam setangkai tulip yang engkau berikan
sekejap ada wewangian nan bersahaja
meremukkan seluruh sendi kesabaranku; harum sekali
tapi sesaat kemudian hilang
aku terkejut; tersentak!
karena ternyata tulip itu bukanlah apa-apa
kecuali ruhku yang sempat engkau tawan
[06] di bawah lingkaran kubah
aku lihat alam lebur menjadi satu kata
adakah ini hari kebangkitan itu?
ketika manusia kembali pada kodratnya
melangkah tanpa kaki
menyentuh tanpa jemari
ketika manusia kembali kepada kodratnya
melihat tanpa mata
mendengar tanpa telinga
ketika manusia kembali kepada kodratnya
berbicara tanpa lidah
merasa tanpa hati
semuanya begitu dahsyat terjadi; tak terkendali
hingga inilah kesadaranku; berdentum!
dalam persaksian ombak kepada angin
[07] di bawah lingkaran kubah
panca indraku kehilangan arah, terhujani debu cahaya
segalanya tak terangkai sudah
aku mengerang; berteriak menggulung cakrawala
khidir, dimanakah engkau bersembunyi
ikan di perbekalan musa telah melompat
arus mengantarkannya kepada karang
sedang kau pun melihatku; hampir tenggelam
zikirku telah melepuh menjadi uap kebiruan
cepat ajarkan aku cara membunuh, membocorkan sampan
atau membangun tembok yang hampir roboh digerus zaman
[08] di bawah lingkaran kubah
aku terlempar di ketinggian udara
di sini waktu baru saja bermula
ketika langit menampakkan wajah aslinya
bumi terlihat seperti sebutir telur di atas bejana
yang ada hanya tetumbuhan, bongkah bebatuan
entah awan atau hujan yang akan datang
nun jauh di atas sana
gemintang berkelipan; bertebaran membentuk lukisan
tapi aneh, mereka juga berbicara
saling bisik dan bercanda
segera ku cari adam; juga tulang rusuknya yang lengkung
tapi dimanakah dedaunan menyembunyikan mereka?
di padang rumput yang lempang
aku pungut buah ranum yang terjatuh dari dahannya
inikah khuldi terlarang itu?
ada bekas gigitan; tak habis dimakan
[09] di bawah lingkaran kubah
seseorang merajut benang; seperti jala
tak kuasa aku menyapanya
ketika mata si dajjal tertusuk jarum di tangannya
tapi secepat itu pula kilat menyambar; aku terkapar
di pinggir empat sungai memanjang
dengan pintu; huruf berlubang
dimanakah obor yang aku nyalakan?
akan ku buat api unggun di sekitar sini
ketika burung-burung kecil itu bertengger
di atas sebuah kubah dengan warna keperakan
[10] di bawah lingkaran kubah
air dalam perigi menjadi setumpuk salju
rumah-rumah yang tersusun rapi beruguguran; bersujud
malam ini; begitu liar kesunyian menyergapku
dari seluruh penjuru; hening tanpa suara binatang meradang
serta merta aku menjadi penakut
tubuhku gemetar; mungkin juga sudah mulai retak
ketika suara itu tak ku dengar lewat telinga
tapi lebih jelas dari gemuruh hujan badai
aku berusaha berlari; namun berhenti di tempat yang sama
dimana jantung saudara~saudaraku terikat
di pohon lam dan alif yang indah tersusun
menjadi gembala dari gairah yang menyala
[11] di bawah lingkaran kubah
hembusan pasir membuat mataku nanar
sesekali beliung menyebarkan badai ilalang
aku terkesima; itu dia lelaki berbaju bulu domba!
tubuhnya gagah dengan sorot mata tajam
di telapak kakinya sahara basah kehijauan
aku tak sempat mengucap salam
karena nyanyiannya tubuhku membeku
bawalah khatm ini; carilah saudaramu
di sini nafasmu akan kutanam; jantungmu akan ku hanyutkan
tumbuhlah di atas bumi, karena disinilah engkau saat ini berada
saksikanlah pengetahuan tanpa waktu dan ruang
seperti kasih sayang, awasi selalu waktumu
tengadahkanlah tanganmu dan terimalah gugusan galaksi ini
jiwamu akan hadir kembali
setelah malam menidurkanmu
subuh memberimu nafas baru
dan biarkanlah keajaiban membawamu pergi
[12] di bawah lingkaran kubah
ada istana bersepuh emas; singgasana para raja
lantainya kolam di bawah kaca
ikan-ikan yang kemarin mengintip betis bilqis
menonjolkan warnanya yang indah; bercengkrama
tapi kemana hilangnya semut-semut berbaris itu?
mengapa juga bulbul; sesenja ini belum juga pulang?
di sini aku sedang menunggu
berita dari seorang manusia biasa; bukan ifrit atau sulaiman
untuk ku tanyai tentang ruku`
tentang sujud yang mendaki ketinggian
[13] di bawah lingkaran kubah
senandung lagu menderu sepanjang jalan
ke arah hijaz; atau kemana saja
di jalan tanpa tikungan; aku berhenti
ku temui dua lorong penuh mutiara
yang satu seperti mu`jizat; pohon-pohon anggur lebat berbuah
di bawah banyak sekali jejak kaki menari
satunya lagi tak berani aku memandangnya; seperti perangkap
berdebu dan jarang terjamah peziarah
aku ragu; para malaikat mengepakkan sayapnya
seketika aku turun dari pelana
ku tanggalkan pedang; pun juga baju zirah
mundur tiga langkah; tapi tak kembali arah
[14] di bawah lingkaran kubah
ku buat tenda dengan carang-carang pohon berduri
atapnya dedaunan yang hampir membeku
disini kuhamparkan kepasrahan
karena kehidupan terasa mimpi yang panjang
dan mimpi menjadi kesadaran yang telanjang
masihkah engkau akan meneruskan perjalanan ini?
pertanyaan itu membuatku semakin lelah;
ku coba pejamkan mata
tapi di sana ada sejumlah orang; di dalam goa
bersama seekor anjing yang begitu setia; ratusan tahun terpenjara
mereka juga telah tersesat
tanpa makanan atau setetes minuman; apalagi harapan
[15] di bawah lingkaran kubah
itulah dia si belerang merah ketika aku berhenti
sorot matanya tajam menikam keberanianku
bagiku ia datang untuk mengatakan bahwa keraguan
adalah dosa yang tak termaafkan
tiba-tiba saja tangannya merampas bahuku
sabdanya melukai pengetahuanku
aku buang khutbahnya; pun juga tumpukan kitabnya
karena ia ingin aku ada di dalam dadanya
untuk mengeluarkan jantungnya
tapi bagaimanakah caraku mengambilnya?
karena di sana tidak ada segumpal darah; tapi seonggok bara
[16] di bawah lingkaran kubah
aku bangkit kembali untuk menghidupkan sejumlah nama
untuk ku rapal sebagai mantra; ku rajut menjadi mimpi
sementara kabut mulai memeluk tubuhku
Download Contoh Puisi Religius
Di bawah lingkaran kubah